Fanfiction Yaoi - 'Mon Endhorphine' (By: Felixjjedisson)

Mon Endhorphine
( There’s no LOVE, without V –Jungkook Jeon )


©Felixjjedisson

Fiction | Rated M | BTS | KookV (with Top!Kook ) | BestfriendAU!

Warn : strong-languange, implied-sex
.

Jungkook tidak pernah menyadari sebelumnya jika sosok Taehyung yang selalu ada di setiap harinya menjadi satu-satunya pemicu utama cerianya. Setumpuk cokelat yang menggunung diatas kasur suteranya pun tidak dapat menggantikan cengiran kotak yang mencandu dikala suntuk. Jungkook sadar, Taehyung adalah endorphinnya, hanya untuknya.


--
“Bangun, brengsek. Sudah pukul berapa isi kepala mu itu fikir, Jeon?”
Tidak ada sahutan. Pemuda ‘Jeon’ yang bergulung di dalam selimut pastel kasur empuk berwarna krem tersebut tidak juga membuka matanya barang sekali. Pasalnya, ini sudah menunjukan tengah hari bolong, jam dua belas siang, demi tuhan.
Gulungan itu tidak juga berkutik ketika bantal besar bersarung belang-belang memukulinya tanpa ampun. Membuat kebisingan kecil di ruang kamar nuansa putih yang di hiasi bingkai-bingkai foto bergambarkan pemdangan alam. Itu karya si Jeon, kalau ingin tahu.
“Bangsat.” Umpat lelaki dengan surai ash purple yang sudah diujung kesabarannya. Tanganya meraih selimut tebal yang melingkupi tubuh telanjang dada si Jeon muda yang tampak pulas meskipun lelaki kurus yang tengah mencoba membangunkannya dari tidur auroranya terus membuat keributan karena mulutnya bahkan tidak berhenti mengumpat dengan kata-kata jorok.
Tipikal.
Jadi, begitu dia menyibak selimutnya dan membuat Jeon tersebut menggerung resah menerima sorotan cahaya dari jendela kamar yang terbuka lebar, sosok dengan rambut ungu-perak tersebut menyeringai puas. Tanganya dengan ringan memukul dahi si Jeon tanpa berat hati.
“Bangun, bangsat. Kau fikir aku punya banyak waktu untuk mengurusi bayi tukang tidur seperti mu, hah? Bangun, aku harus pergi menemui Namjoon!”

“Tidak, aku ingin cuddle saja dengan mu. Sini.”
“Heh, bang –hey! Aku ada janji dengan –“

Tanganya ditarik paksa, terhempas begitu mudah dan jatuh kedalam pelukan Jeon yang masih saja memejamkan matanya. namun bibirnya mengukir seringai kemenangan.
Dan pemuda itu tidak menolak meskipun mulutnya terus mengucapkan protesan akan pelukan lengan Jeon di pinggulnya, tapi dia tidak sama sekali mencoba melepaskan diri alih-alih ikut melingkarkan tanganya nyaman pada tubuh tak berpakaian milik Jeon Jungkook.
Ya, Jeon Jungkook.
19 tahun, mahasiwa baru jurusan desain komunikasi dan visual di salah satu universitar terkekemuka yang namanya tidak lagi diragukan oleh publik. Dia anak satu-satunya dari keluarga Jeon. Dia senang membawa kemana-mana kamera DSLR-nya yang ia beli dengan uang hasil menabung bersama Kim Taehyung. tidak dapat menelan makanan yang tercampur dengan ketimun dan ia sangat menyukai Kim Taehyung.

Oh

Kim Taehyung, ya?

Terpaut dua tahun dari Jeon Jungkook. Berkuliah di jurusan yang sama dengan Jungkook, kampus yang sama dengan Jungkook pula. Tidak pandai menggambar tapi dia suka merancang sesuatu. Begitu mencintai kucing, cerewet, bawel, pemalas, tidak tahu malu, begajulan, perkokok, tukang mabuk, mesum sialan, imut, brengsek, dewa seks, manis, mempesona, indah dan segala macamnya yang sialnya membuat Jungkook yang kepayahan menyukainya menjadi semakin terlihat payah kala sosok Taehyung tidak dapat dia temukan dalam jangkauannya.

Sebutlah dia Taehyung-addict.

Begitu bertemu dengannya saat duduk di bangku SMP, Jungkook tidak menginginkan hal lain selain terus duduk bersama dengan Taehyung di jam pelajaran tambahan karena demi Tuhan, Taehyung kepalang bodoh dan pemalasnya.
Jungkook bahkan tidak dapat mengerti bagaimana caranya Taehyung bisa lulus dari sekolahnya dan berakhir masuk universitas bagus yang bahkan perlu siswa ber-ranking cemerlang yang mampu menembus gerbang masuk universitas.

“Kau menyogok pihak universitas, ya?”

Taehyung mendengung tidak suka, “Menyogok? Kepala mu sudah konslet, Jeon? Sudah sering aku katakan padamu, aku masuk universitas karena aku mengikuti seleksi bakat dan minat. Bukan seleksi kecerdasan macam kau dan juga Namjoon. Kenapa bertanya terus, kau tidak ingin aku satu kampus dengan mu, eh? Muak bertemu dengan ku terus, ya? Bosan menatap wajah ganteng ku? Lelah dengan keseksian ku? Pesona ku? Senyuman ku? Hah? Mati saja kau.”
Menyerocos panjang lebar lalu merengut sebal. Kontras dengan wajah garang dan tindikan berentet di telinganya. Itu adalah hal yang paling Jungkook suka ketika berduaan dengan Taehyung di saat-saat bangun tidur seperti ini. Menggerutu, protes.
Seperti itulah Kim Taehyung.
Menggemaskan dengan caranya sendiri.
Dan Jungkook tidak dapat berkata jika dia tidak jatuh cinta pada kawannya tersebut. Kepalang bodoh cinta dengan racun seperti Taehyung karena bahkan Jungkook tidak dapat menyakini dirinya sendiri akan baik-baik saja berdekatan dengan Taehyung.

Dia adalah minyak dan Taehyung adalah api.

Jika mereka bersatu –

Eng –brengsek, Jeon! Jangan meremas bokong ku sembarangan.”

–maka tidak akan ada lagi hari yang tenang akan berlangsung.
Jungkook merengkuh erat pinggang sempit Taeyung dengan wajah yang ia condongkan pada ceruk leher Taehyung. aroma lemon lembut menguar dari kulitnya dengan manisnya strawberry yang membuat Jungkook tersenyum. “Kau seperti preman tapi dalamnya bahkan tidak jauh dengan Barbie, Kim.”

Taehyung mencubit dada Jungkook kencang, “Bicara yang tidak masuk akal, aku akan mencabuli mu.”
Oh, ya?” tanya Jungkook usil.

“Tidak. Aku tidak sudi memberikan service ku pada kelinci biang kerok sepertimu. Kembalikan ponsel ku, aku butuh ponsel ku untuk menghubungi Minjae –“
“Tidak ada ponsel brengsek, jangan hubungi siapapun. Jika kau dan aku disini artinya aku mau bercinta.”

Taehyung memutar matanya jengah. “Tidak ada sex sebelum jeda seminggu, bocah. Kau jadi maniak semenjak aku memberikanmu jatah, eh? Besar kepala.” Dan tanganya sekali lagi melayang untuk memukul kepala Jungkook. “Tidak ada sex hari ini, aku tidak mau.”
“Tapi aku mau.”
“Tidak.”

Jungkook menghela nafasnya, “Kalau begitu blowjob?” nadanya mengalun main-main, terdengar jahil.
Taehyung merasakan setruman menggelitik pada perutnya saat dengan sengaja, Jungkook menekan area kelelakian mereka dengan gerakan intim. Wajahnya reflek memanas dan jantungnya bahkan tidak dapat ditahan untuk berdebar dua kali lipat dari normalnya.
“Enyah saja bocah mesum, kau bahkan belum 20 tahun!”


.

Belum 20 tahun Taehyung bilang?
Haha, omong kosong.

Lihat siapa yang sedang menungging tidak tahu malu dengan wajah merona sekarang. Menjilati kemaluan pria yang bahkan dia katakan belum genap 20 tahun dengan lidah panasnya yang lihai. Kim Taehyung yang sedang dalam mode nakal mampu membuat ruangan bersuhu rendah di kamar Jungkook terasa seperti ditengah-tengah tanah lapang mexico saat bulan agustus, panas.
Jungkook menengadahkan kepalanya tanda bahwa tubuhnya merespon baik friksi yang Taehyung berikan lewat lidah pandainya pada batang keras yang dia genggam dengan tangan kirinya.
Mengurut bagian bawahnya lalu naik kemudian turun lagi. Lidahnya bahkan tak jarang untuk dijulurkan untuk menekan-nekan area sensitif yang Jungkook punya secara lembut tetapi mematikan. Mengemutnya seakan-akan itu adalah permen loli, Jungkook tidak bisa lagi berkata jika Taehyung adalah senior baik hati yang polos karena, setan, dia dewa seks!
“T-tae –ahh.”
Taehyung mengulumnya dengan tempo yang acak-acakan. Giginya menggesek batang dengan urat kentara itu tak kenal ampun. Melingkupi ujung memerahnya dengan lidah basahnya, sebelum membuka mulutnya lebih lebar untuk memberikan Jungkook sebuah deep-throath mendalam yang bahkan membuat dirinya sendiri kesakitan dan hendak menangis.
“S-sialan, kau –ahh!”
Jungkook menarik surai kepanjangan Taehyung seraya memejamkan matanya penuh rasa puas. Meremas surainya sembari menekan kepalanya lebih dalam sebelum cairan panas nan lengket itu keluar dari penisnya, menyembur di dalam mulut kawanya dengan tidak berbelas kasihan.
Taehyung terbatuk, menarik mundur kepalanya dengan lelehan sperma yang menetes tak selesai ia telan seperti anak baik. Matanya memerah, hidungnya pun sama. Tenggorokannya sakit, panas dan sudut bibirnya perih. Sial, mungkin pertumbuhan Jungkook memengaruhi ukuran penisnya juga.
“Brengsekh! Kau kira ukuranmu semana sampai menekan sebegitu dalam, bajingan?!” Taehyung mengomel selagi Jungkook terkekeh tanpa dosa. Tangan yang lebih muda meraih ke meja nakas sebelah kasur untuk meraih beberapa lembar tissue untuk menyeka bekas cairan cintanya pada mulut sang kawan terkasih. “Jangan mengumpat, kau hanya memperkeruh suasana, tahu?”
Taehyung mendecih sebal, “Kau yang keruh, Jeon bangsat. Kau itu sialan, keparat menyebalkan. Kalau kau mau menyogok biarkan aku mempersiapkan diri dulu! Kau fikir aku terbatuk karena sperma itu menyenangkan, hah? Ini sakit tahu!”
Jungkook tergelak di posisinya, masih dengan penis yang terpamer bebas, masih dengan Taehyung yang hanya mengenakan boxer ketatnya saja diatas ranjang milik jungkook.
“Maaf.” Kata Jungkook, “Aku tidak bermaksud begitu hanya saja, kau tahu kan, aku paling lemah melihat mu jadi sebegitu panasnya, Tae.”
“Kau menggombali ku, bocah?”
Jungkook mendecih, “Aku bukan bocah.”
“Kau bocah –“

Cup

“Ya, terserah apa katamu. Bawel, ayo mandi.”

--

Toko ramen itu ramai seperti biasanya. Beberapa remaja yang tinggal di sekitar kedai itu selalu mampir dan berlama-lama disana karena satu hal –

“–Kim Taehyung!”

Taehyung menoleh, matanya yang setengah mengantuk membuat penampilan premannya semakin kental. Tindikan yang berentet di kedua telinganya, tattoo di leher, gelang-gelang perak serta cincin, celana jeans belel dengan converse merah, rambut acakadul dengan raut mengantuk adalah apa yang dicari semua pelanggan yang datang ke kedai ini.
Ya, bukan sekedar membeli semangkuk ramen tapi juga untuk bertemu si panas Kim Taehyung, pujaan hati dan pusat fantasi semua orang.
Laki-laki dan perempuan.

Sial.

Taehyung berlalu-lalang di dalam kedai dengan apron putih lusuh berlogo mangkuk ramen dengan kepulan asapnya yang berwarna merah menyala. Tanganya lihai nan seimbang membawa dua nampan masing-masing berisikan dua mangkuk penuh porsi ramen yang berkuah dan panas.
Tersenyum dan sesekali bergurau dengan kawan-kawan satu ekstrakulikuler denganya. Saling bertukar topik kemudian dia akan kembali kedapur dan mengulang interaksinya dengan pelanggan lain yang juga mendapat jatah senyum dan tegur sapa Taehyung yang bahkan seperti artis di dalam kedai. Begitu populer dan diinginkan oleh semua orang.

Itu bukan pertanda baik bagi sosok dengan surai sekelam malam di pojokan sana.

Jungkook duduk di sudut kedai dengan segelas es lemon dingin dan mandu yang tinggal dua buah. Matanya membulat dengan sorot yang bahkan tidak pernah beralih dari punggung lebar milik Taehyung.
Memperhatikan gerak-gerik pemuda itu yang dengan telaten memindahkan mangkuk-mangkuk ramen panas ke meja pelanggan dengan senyum malas dan mata mengantuk.
Bajingan memang. Kenapa pula Taehyung harus sebegitu panasnya?
Membuat hatinya bahkan tidak bisa tenang meskipun, well, dia tahu jika dirinya memiliki Taehyung dengan raga polosnya mengangkang penuh cela diatas ranjang kamar tidurnya tetap saja melihat Taehyung menjadi besar kepala dengan sok ganteng di depan banyak orang seperti ini membuatnya dongkol.
Begitu Taehyung melewati mejanya, Jungkook menahan lengan pemuda itu dan menyeretnya ke pojokan kedai yang dijadikan tempat meletakan kardus-kardus bekas bawang dan segala macam perabotan sampah lainya.

“Jeon, aku harus bekerja, apa-apaan sih!?”
Wajahnya keruh dan Jungkook tahu jika Taehyung sedang tidak dalam mood yang baik. Jungkook menarik wajahnya mendekat, mengecup ranum Taehyung dengan tergesa-gesa dan terkesan serampangan.
Taehyung berusaha melerai tautan mereka karena seharusnya mereka tidak berciuman disini. Tidak bisa, karena, hell, apa kata pengikutnya lagi?
“Ber –“ Jungkook melumat bibirnya tanpa jeda, mengigiti ranum bawahnya dan menyelipkan lidah licinya kedalam mulut Taeyung secara paksa. “hmmp –berh –“ Jungkook seakan tuli, matanya memejam dengan kedua tangan menangkup erat rahang tegas Taehyung tanpa sedikitpun niat melepaskannya.
“mm –Jung –“ sekali lagi, Jungkook menggigiti belah bawah Taehyung tanpa kelembutan. Begitu melenceng dan berantakan. Taehyung terus meronta, berusaha lepas dengan wajah memerah karena emosi.

“ –BERHENTI BRENGSEK!”

Tubuh Jungkook terhempas mundur, menabrak dinding kumuh dengan bibir yang mengkilat karena saliva. Wajahnya sendu dengan mata bulatnya yang tergenang. Taehyung mengerutkan alisnya bingung, “Jeon, ka –hei! Jeon Jungkook, aku belum selesai bicara!”
Belum rampung Taehyung menyelesaikan perkataannya, Jungkook memutar tubuhnya dan pergi dari sana.
Menjauh dengan air mata yang menetes tanpa ia kehendaki.
Rasanya sakit.
Melihat orang yang kau sukai tampak bahagia membagi senyum kepada orang lain. Tampak ceria dengan bebasnya, melupakan fakta bahwa memang diantara mereka memanglah hanya kawan sejak kecil.

Atau kau boleh sebut mereka dengan :  fuck buddy.

Yeah, teman bercumbu.

Hanya itu. hanya itu dan hal yang dia sebut dengan ‘hanya’ mampu membuatnya sesegukan dengan tetesan air mata yang tidak kunjung berhenti. Jungkook tidak pernah mengenal cinta-cintaan sebelum dia bertemu dengan senior brengsek bernama Kim Taehyung di sekolah menengah pertamanya.
Dia tidak pernah menyentuh sebatang rokok sebelum dia bertemu dengan si preman bernama Kim Taeyung di saat-saat senggangnya. Dia tidak pernah menonon video porno sebelum si mesum bernama Kim Taehyung mengenalkannya dan mengajaknya berbuat senonoh dengan perasaan asing yang membuatnya senang dan juga bingung.
Serta sedih.
Tepat seperti saat ini.

Jungkook menangis dipojokan kamarnya malam itu. meratapi apa yang baru saja ia lakukan. Dia seharusnya tahu, mereka bahkan tidak pernah saling bertatapan dan bertukar pandangan cinta seperti dua sejoli lainya. Dia seharusnya tahu, mereka bahkan tidak pernah saling melemparkan kalimat adorasi dan cinta satu sama lain. Dia seharusnya tahu bahwa Kim Taehyung, bukanlah miliknya.
“Persetan..aku –“

“ –Jungkook, kau oke?”

Dan begitu saja.

Taehyung muncul di ambang pintu dengan raut kacau balau. Rambutnya acak-acakan, bibirnya terlihat berdarah dengan beberapa luka lain di pipinya. Bajunya kotor dan peluh menetes deras dari pelipisnya. Wajahnya panik bukan main.
Jungkook meneteskan air matanya lagi, begitu meliat siapa yang datang, entah mengapa ia merasa semua bebannya hilang. Jantungnya mencelos begitu raut terkejut Taehyung mendekat kearahnya.
“Apa yang terjadi, Jungkook? hey –hey?”

“Apakah aku mampu membuat mu tersenyum seperti anggota satu kleb mu lakukan padamu seperti tadi, Kim?”

Apa?”

Jungkook merengkuh tubuh kurus Taehyung dalam dekapanya. Melesakan wajahnya pada ceruk leher Taehyung yang menguarkan aroma maskulin. Berbanding terbalik dengan yang ia hirup tadi pagi. Terasa begitu pria tapi hangat tubuhnya bahkan terasa begitu seperti rumah.
Ia menangis, membasahi bahu Taehyung. otaknya tidak dapat berpikir selain terus merengkuh tubuh pemuda kelahiran bulan desember itu dalam dekapannya tanpa niat melepaskannya dan membiarkannya terbang menuju bunga lain.
Cukup dia saja. cukup Jeon Jungkook saja yang boleh, yang pantas, yang harus menjadi bagian dari hidup seorang Kim Taehyung. itu mutlak baginya, tertanam di dalam sel-sel terpelosok dalam otaknya dan juga relung hatinya.
“Kau cemburu?”
Ada canda, namun tidak dapat di pungkiri jika ada harmoni kebahagiaan yang teralun dalam pertanyaan seorang Kim Taehyung. “Kau cemburu? Jeon Jungkook cemburu?” ulangnya dengan sedikit kekehan yang tertahan.
Jungkook memukul bahunya pelan, “Berisik, kau Kim.”

Dan pecah sudah tawa Taehyung.

“Jangan sok malu-malu, bilang saja kan bisa? Kau mudah mengatakan ‘ayo bercinta’ tapi begitu gengsi ketika harus jujur untuk berkata ‘aku cemburu’.”
Jungkook memukul bahu Taehyung sekali lagi, dengan tawa lirih dan senyum yang mulai terkembang di belah bibirnya, Jungkook merasakan dadanya berdesir dengan halus ketika tangan besar Taehyung menepuk dan mengusap-usapkan telapak tangannya di atas rambutnya. Ia merasakan seperti tengah menyeruput cokelat panas ditengah hujan salju bulan desember, begitu hangat.

--

Jungkook menuangkan cairan antiseptik pada baskom kecil sebelum menutulkan ujung kapas pada luka di wajah playboy  Taehyung. meringis bersama ketika Taehyung merasakan perih. Lukanya cukup banyak, dan Jungkook merasa tak enak karena hal ini.
“Sudahlah, Jeon. Ini tidak sepenuhnya salah mu. Jangan menatap ku seakan kau yang membuat Korea selatan dan Korea utara berpisah, jangan terlalu mendramatisir.” Taehyung memutar matanya jengah, bibirnya maju beberapa senti dengan raut ditekuk. “Kau malah membuatku terlihat seperti penjahat, tahu? Kau memasang raut memelas seperti aku yang mencabulimu –padahal kau yang berlaku seenaknya pada bokong ku. Sialan.”
Jungkook terkekeh pelan, “Maaf.”
“Untuk apa, heh? Sudah kubilang kan, ini buka –“
“Maaf untuk bokong mu yang aku hajar tanpa ampun. Hehe.”

Lalu tidak terdengar lagi suara malu-malu Jungkook selain teriakan tenor yang melengking serta gelak tawa keduanya tepat setelah Taehyung melemparkan beberapa benda pada Jungkook.

Bercanda bersama, mendengar gelak tawanya, tidak ada yang Jungkook inginkan lebih dari terus-menerus mendengar suara kebahagiaan yang Taehyung buat bersamanya.

Jungkook tidak keberatan jika ia harus merelakan semua yang ia punya untuk dipertaruhkan demi memiliki Taehyung hanya untuknya seorang. Ia ingin menjadi kawan yang egois. Ia hanya ingin semua yang Taehyung punya cukup dibagikan kepadanya saja, pada Jeon Jungkook seorang.
Ia ingin Taehyung tahu, jika semua hatinya tidak ada celah yang memungkin untuk hal selain Taehyung.
Ia hanya ingin Taehyung. itu saja. kebahagiaanya, endorfinya. Pusat tawanya dan cerianya.

“Kim Taehyung –“

--

“Kim Taehyung –ahh, bangsat.”
Tidak ada kalimat yang lebih terdengar erotis bagi Kim Taehyung selain Jungkook yang mengumpat diatas tubuhnya. Berpeluh, tampak tegas dan terlihat garang mengukung tubuh kurusnya dengan wajah bak dewa seks.
Taehyung mengangkangkan kakinya lebih lebar, membiarkan cincin anusnya semakin melebar kala kejantanan milik Jungkook tidak berbelas kasih terus menghantamnya tanpa ampun. Perih, ngilu, panas dan penuh. Taehyung tidak butuh lagi marijuana jika begini cara Jungkook menerbangkannya kelangit ketujuh. Ia tidak lagi butuh psikontropikanya jika hanya dengan bersetubuh dengan kawannya ini, dengan Jungkook, dia bisa merasakan high sebegini parahnya.
“S-sial, Jungkoo-kh! Akh! Shit! Jangan ditekan bedebahh! Ahh!”
Taehyung bernyanyi lebih kencang dan merdu. Melantunkan desah penuh candu tepat didekat indera pendengaran milik Jungkook. lengan pemuda yang terpaut lebih tua darinya itu melingkar erat dilehernya, jemari panjang berhiaskan cincin-cincin tembaga miliknya menjerat helai hitamnya tidak ingat rasa sakit, menjambaknya keras dan begitu brutal.
Belah bibir Taehyung terkuak, lidahnya terlihat merah dengan tindik ditengahnya. Jungkook tidak mengerti bagaimana bisa dia jatuh cinta pada preman yang semenggemaskan Taehyung, dengan preman yang begitu senang meraung dibawahnya dengan suara beratnya yang terdengar surgawi dipendengarnya.
Menatap wajah surge Taehyung yang berpeluh, memejamkan matanya dengan bibir terkuak menyerukan kalimat-kalimat umpatan yang menaikan birahinya, menjeritkan namanya kala gelombang nikmat terasa begitu dekat dan terlepas begitu deras membasahi torsonya.
Jungkook menggeram sebelum menumbuk titik nikmat Taehyung lebih keras dan dalam. Menumpahkan cairan panas nan lengketnya didalam Taehyung dengan desah puas yang begitu harmonis terdengar. Dia ambruk diatas tubuh ringkih Taehyung sebelum lelaki dengan tindikan yang tidak sedikit itu mengomel,
“Jangan jadi tidak tahu diri, Jeon brengsek. Kau berat, gendut. Minggir.”
Jungkook menyingkir kesamping, tanganya menarik pinggul sempit Taehyung untuk menyamping dan jatuh pada pelukannya. Menempelkan tubuh lengket mereka yang berbau sperma bercampur aroma parfum keduanya menjadi candu tersendiri bagi mereka.
Taehyung melesakan hidung mancungnya pada ceruk leher Jungkook, menghirup aroma pasca-sex yang menguar dari tubuh Jungkook adalah bagian terfavoritnya ketika habis bercinta dengan kawannya ini. Berlama-lama sambil berpelukan dan berbicara tentang hal apapun, begitu random tapi hangat.

“Omong-omong, kenapa kau babak belur?”
Taehyung mengedikan bahunya, tanganya bermain-main, membuat pola-pola acak pada bisep terbentuk milik Jungkook. “Kenapa ya, tidak tahu. Anggap saja aku sedang diuji dalam acara cinta-cintaan.”
Jungkook mengerutkan alisnya, “Aku tidak mengerti.”
“Kapan ‘sih kau akan mengerti perkataan ku, bocah Jeon? Anggaplah aku sedang diuji soal cinta, begitu.” Lalu menelusupkan wajahnya lebih dalam pada ceruk leher Jungkook. menggumamkan sesuatu yang teredam. Jungkook semakin bingung.
Taehyung menjaukan wajahnya, kepalanya mendongak menghadap Jungkook dengan wajah bingungnya. “Aku gay, dan semua orang yang suka padaku sebelum tahu fakta tersebut protes dan kecewa. Brandal kota sebelah datang untuk balas dendam dan beginilah jadinya, wajah ganteng ku yang jadi sasarannya. Heh, sirik sekali ‘sih bajingan-bajingan itu pada pangeran seperti ku.” Diakhiri dengan kekehan setengah hati, Jungkook tahu ada bagian dari harga diri Taehyung yang tersakiti.
“Tapi, Jeon, aku begini bukan karena mu. Aku memang gay. Jauh sebelum aku mengenalkan mu pada video porno pertamamu, jauh sebelum aku mencium mu di ujung lorong perpustakaan asrama SMP, jauh sebelum kau meniduri ku di sini untuk pertama kalinya. Aku sudah kotor jauh sebelum aku mengenalmu.”
Taehyung tersenyum, tanganya terulur untuk mengusap pipi gembil Jungkook. “Sama sekali bukan ingin ku untuk berteman dengan mu saat itu. Aku sangat bodoh dank au dengan segala renda hatinya datang padaku dan mengajariku semuanya dari nol, aku berterimakasih padamu soal itu. Maaf aku baru mengatakannya sekarang ini.”
Bibir mereka bertemu untuk satu kecupan, Taehyung yang memulainya.
Jungkook mengerdipkan matanya kikuk, pipinya merona dengan jantung yang mendadak bising.
Taehyung tersenyum, melihat wajah lucu Jungkook lengkap dengan semburat merah yang menggemaskan. “Aku tidak tahu harus berkata bagaimana lagi soal hubungan kita. Aku nyaman dengan semua ini; dengan kau, dengan kita, dengan kebiasaan-kebiasaan kita yang bahkan tidak semua dapat dikategorikan untuk hubungan sebatas kawan.”
“Kim, aku –“

Cup

“Aku ingin bicara, kau diam saja dulu.” Taeyung mendengus. Bibirnya manyun. “Aku ingin kau tahu tentang apa yang aku rasakan sebelum kau ngambek lagi dan berlari seperti gadis perawan yang patah hati.”
“Tapi tadi aku memang patah hati.” Jungkook memotong, bibirnya maju membuat cemburut lucu. “Aku tidak suka.”
Taehyung memutar matanya jengah, “Ya, ya, ya aku tahu itu dan diam dulu kelinci gendut aku ingin bicata supaya kau tidak mengulang hal ngambek-ngambek mu itu semuda kau mengorder seorang gongli.”
Jungkook merengut tak suka tapi dia tetap memilih diam dan membiarkan Taehyung kembali berceloteh. Tanganya melingkar erat pada pinggangnya tanpa niat melepasnya barang sebentar.

“Aku tahu kau dan perasaanmu. Aku tidak setolol itu untuk bingung akan hubungan ini selagi aku dan kau masih terus bersama-sama. Aku tidak masalah. Karena aku tahu, kau tidak mungkin membiarkan aku pergi semuda itu. Kita sudah berteman sejak SMP, sejak aku yang bodoh mengulang kelas kimia bersama dengan kau yang masih kelas satu. Kita berteman dengan cara yang tidak sehat, maafkan aku soal mencekokimu hal-hal bodoh masa remaja.”
Taehyung terkekeh pelan, membuat cengiran kotak favorit Jungkook menjadi lebih indah ketika dia sedang bertelanjang bulat. Seketika jantung Jungkook berdebar.

“Jadi, jangan pikir hanya kau yang memiliki perasaan berlabelkan ‘cinta’. Tapi aku juga.”

Wajah Jungkook merona, begitu juga dengan wajah Taehyung. Jungkook menariknya kedalam pelukan, bibir mereka mengukirkan senyuman bahagia akan kenyataan bahwa mereka tidak bertepuk sebelah tangan. Bahwa mereka memang memiliki satu kunci untuk saling melengkapi. Mereka pasangan puzzle yang cocok untuk satu sama lain. Mereka senang.
“Tapi tolong kondiskan sifat playboymu itu, Kim. Aku benci.” Jungkook berbicara dari ceruk leher penuh tanda merah-keunguan hasil karyanya tadi. Nadanya ketus. Taehyung tergelitik mendengarnya. tanganya mengusap-usap punggung telanjang Jungkook dengan cengiran kotak yang tersungging begitu cerah. Kepalanya mengangguk.

“Jeon?”

“Ya?”

Taehyung mendongakan kepalanya, menatap dua netra jernih milik Jungkook yang berpendar indah tertangkap oleh matanya. Taehyung tersenyum jahil seraya berkata, “Kalau cemburu bilang, jangan hanya urusan bercinta saja kau pandai merayu.”
Jungkook merengut tak suka, “Kau berisik sekali, Kim. Kau terus membahas ini, sial.”
Taehyung terkikik, wajanya berkali-kali lipat lebih manis saat dia tertawa. “Haduh, kau ini, jujur sedikitlah padaku, mengaku saja jika kau memang malu.”
“Aku tidak akan mengakui jika aku malu.” Katanya dengan wajah masih cemberut. Taehyung menahan gelombang tawanya karena, sumpah, Jungkook yang seperti ini sangat menggemaskan. “Lalu kau akan mengakui apa, hm?” tanya Taehyung dengan bahu berguncang karena kekehannya.

“Aku mengakui kalau Kim Taehyung adalah hormon terbesar ku.”
Taehyung memukul kepalanya dengan umatan-umatan keluar dari bibir tebalnya. “Brengsek, kenapa kau jadi –“

“Kau hormon endorphin ku. Dengar, aku tidak butuh seks selama aku bisa melihat mu terus tersenyum bersama ku, karena ku dan hanya untuk ku. Aku bicara soal aku yang mencintaimu.”

Dan Taehyung tidak tahu lagi cara menyembunyikan semburat merah pada kulit tan eksotisnya selain menelusupkan wajahnya tersebut pada dada telanjang berkulit fair milik Jeon Jungkook sambil mengumpat, “Sialan, Jeon. Jangan menggombal!”

Kim Taehyung tengah malu.
Tersipu malu.


--

Taehyung melangkah terlebih dahulu lalu Jungkook. Taehyung mengutarakannya lebih dulu lalu Jungkook. Semua berawal dari Taehyung. Semua. Kisah hidupnya, masa-masa remaja kelamnya, pengalaman buruknya, indahnya kasmaran, semua karena Taehyung.
Jadi, dari sekian banyak hal yang Jungkook ingin selesaikan di dunia ini, ia hanya meminta satu. Ia ingin terus dapat menyelesaikan semua keonaran yang sudah Taehyung buat pada hatinya, perasaanya dan juga otaknya. Jungkook hanya ingin satu Taeyung untuk hidupnya. Hanya ingin Taehyung untuk menyempurnakan senyumnya.


“Karena cinta tidak akan ada tanpa huruf ‘T’.”

Lalu?”

“T itu untuk Taehyung.”

“Gombal sekali kau, bocah.”

“Ya, aku juga sayang padamu, Kim

.
.
.


---end---

Komentar

Bacaan Populer!